Home Lingkungan & SosialRaja Ampat dan Tambang Nikel: Greenpeace dan PBNU Bersilang Pendapat di Forum Publik

Raja Ampat dan Tambang Nikel: Greenpeace dan PBNU Bersilang Pendapat di Forum Publik

by admin
16 views

JAKARTA – Keputusan pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat menuai perdebatan terbuka antara aktivis lingkungan dan tokoh ormas keagamaan. Dalam program Rosi yang disiarkan pekan ini, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik dan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla mengemukakan pandangan bertolak belakang mengenai masa depan industri tambang dan keberlanjutan lingkungan.

Iqbal menyambut baik pencabutan empat IUP sebagai langkah awal pemerintah untuk mengoreksi arah pembangunan. Namun, ia menilai keputusan itu masih tebang pilih, karena IUP PT GAG Nikel belum ikut dicabut, padahal, menurutnya, beroperasi di wilayah yang termasuk kategori pulau kecil dan seharusnya dilindungi.

“Kalau empat dicabut karena bertentangan dengan aturan, kenapa GAG Nikel tidak? Ini bentuk diskriminasi kebijakan,” tegas Iqbal.

Lebih jauh, ia menyebut model pertambangan yang selama ini berjalan sebagai bagian dari “kutukan sumber daya alam”—di mana kekayaan mineral hanya menguntungkan oligarki, sementara masyarakat lokal menanggung kerusakan lingkungan dan ketimpangan ekonomi.

Ulil Abdalla: Jangan Generalisasi Pertambangan

Menanggapi kritik tersebut, Ulil mengingatkan agar publik tidak menilai pertambangan sebagai aktivitas yang sepenuhnya buruk. Ia mengusulkan pendekatan multiple maslahat, yaitu mempertimbangkan manfaat dan mudarat secara komprehensif dalam setiap kebijakan.

“Penambangan itu sendiri netral. Yang bermasalah adalah praktiknya, bukan esensinya,” kata Ulil. Ia juga menekankan perlunya membedakan antara bad mining dan penambangan yang dikelola secara bertanggung jawab.

Ulil bahkan menyebut pendekatan aktivis lingkungan yang terlalu keras sebagai bentuk “Wahabisme Lingkungan” yang bisa kontraproduktif. Menurutnya, transisi energi yang ekstrem tanpa kesiapan bisa berdampak buruk, seperti yang terjadi di Eropa—lonjakan tarif listrik dan gelombang politik kanan.

“Pulau yang Tenggelam Tak Bisa Diperdebatkan”

Iqbal membantah keras label tersebut dan menegaskan bahwa krisis iklim bukan isu ideologis, melainkan persoalan hidup-mati. Ia menyebut dampak nyata seperti pulau-pulau kecil di Pasifik yang telah tenggelam dan kematian anak-anak akibat bencana iklim sebagai bukti bahwa isu ini tak bisa diperdebatkan.

“Anak-anak yang mati karena krisis iklim itu tidak bisa dikontestasikan,” tegas Iqbal.

PBNU dan Tambang: Solusi atau Masalah Baru?

Mengenai posisi PBNU yang menerima konsesi tambang dari pemerintah, Ulil menyatakan hal itu sebagai langkah strategis untuk mendobrak dominasi segelintir elit ekonomi.

“PBNU ingin membuktikan bahwa tambang bisa dikelola secara etis dan adil,” katanya.

Namun Iqbal meragukan klaim tersebut dan menantang agar ditunjukkan satu saja contoh bekas tambang yang berhasil direklamasi dan dipulihkan sebagaimana semula.

“Selama ini, tidak ada satu pun bekas tambang yang pulih kembali. Itu fakta,” ujarnya.

Related Articles